Kamis, 27 Januari 2011

Egg Drop Syndrome

  • Egg drop syndrome -> merupakan penyakit menular ayam petelur disebabkan oleh Adenovirus, famili adenoviridae, asam inti DNA berserabut ganda
  • bentuk icosahedral, ukuran 70-100 nm
  • sifat : tahan terhadap eter, kloroform, pH 3-10, tahan pada suhu 36 C selama 3hri dan dalam 0,5% formaldehid
  • menyerang ayam petelur umur 26-35 minggu, namun klinis mash dilaporkan pada umur 50-55 minggu
  • ayam bibit pedaging dan ayam bibit petelur t.u warna coklat lebih peka tertular dibanding warna putih
  • kasus penyakit lebih diperparah pada musim hujan karena faktor cekaman selain itu juga sistem peternakan yang tidak baik
  • penyakit ini bersifat sporadis
  • cara penularan : vertikal melalu embrio dan semen. menyebar pada floks melalui orang, serangga, dsb.
  • kasus EDS awalnya akibat vaksin pada unggas yang ditumbuhkan pada biakan sel jaringan itik dimana sel tsb sudah terinfeksi oleh virus tsb.
  • sumber penularan virus bukan pada feses namun pada eksudat yang berasal dari oviduct yang mengandung virus
  • penularan melalui telur -> terutama dtemukan virus pada hati embrio mencapai 10% -> telur yang terinfeksi mnjadi menetas merupakan smber infeksi
  • bila derajat penularan telur rendah, anak ayam yang tertular kemungkinan tidak mempunyai antibodi terhadap virus trsebut.
  • penularan virus dapat terjadi melalui kotoran sampai umur 10minggu, tetapi sifatnya sangat lambat dan tidak menerus
  • tetapi pada anak ayam yang terinfeksi dapt menjadi sumber infeksi penyakit

Gejala Klinis
  • penurunan produksi telur dan kualitas telur secara drastis
  • penurunan produksi telur dapat mencapai 20-40% dan berlangsung 6-8 minggu-> sehingga puncak produksi tidak tercapai
  • penurunan produksi dapat terjadi antara umur 26-32 minggu dan antara hari ke 8-25 setelah infeksi
  • kerabang telur berbintik karena pengapuran tidak merata, kadang ada telur tanpa kerabang
  • dijumpai penurunan pigmentasi telur, penipisan kerabang telur terutama awal infeksi
  • kadang ayam terlihat sehat, namun kadang terlihat depresi kurang lebih 48jam atau lebih setelah muncul klinis terlihat butir halus pada kerabang bagian ujung telur yang runcing
  • mutu dan kualitas telur, daya tetas turun
  • secara umum ayam terlihat sehat tetapi morbiditas tersamar, diare dan konsumsi pakan menurun

Patologi Anatomi
  • perubahan adanya edema pada saluran telur dan usus halus
  • jumlah eksudat beralbumin saluran telur
  • kelainan kerabang telur akibat adanya gerakan telur yang lebih cepat di dalam saluran telur sehingga kadang tidak terbentuk kerabang telur

Diagnosa
  • melihat klinis tiba-tiba produksi telur menurun dan munculnya kelainan pada kerabang telur
  • isolasi dan identifikasi virus : haemaglutinasi inhbisi (HI), FAT, ELISA, VIRUS NETRALISASI
  • isolasi virus : telur tertunas / biakan sel

kontrol
  • vaksinasi
  • biosekuriti
  • vaksin dibuat biakan jaringan sel ayam atau ditanam dalam telur ayam berembrio

Diagnosa Banding
  • penurunan produksi telur disertai produksi telur lembek : ND, avian encephalitis, dan mikoplasma
  • ukuran telur yg kecil dan abnormal atau pengapuran kerabang tidak rata -> IB
  • perubahan kerabang telur -> ND, IB, MG
  • penurunan produksi -> ND, IB, AE, MG
  • bentuk telur berubah -> ND, IB
  • pengambilan sampel -> potongan usus ( duodenum ), cecatonsil, ginjal, pharynk, oviduct, uterus dan darah
  • uji serologik : serum darah, titer HI = 10 atau lebih dianggap positif
  • pencegahan : vaksinasi

Avian Encephalomyelitis

* Merupakan penyakit virus yang infeksius
* Hampir semua unggas peka terhadap AE
* anak ayam umur 2-3 minggu
  • kelainan pada susunan saraf
  • ataksia --- inkoordinasi tremor otot kepala leher
  • paralisis ( kelumpuhan )
Tanda Klinis
  • anak ayam --- virus di syaraf --- inkoordinasi
  • ayam duduk di sendi lutut
  • tremor kepala, leher
  • ayam berbaring ke sisi dan kaki menjulur
  • bila sembuh --- sulit makan

Etiologi
  • virus entero--- kel. virus picorna
  • mempunyai asam inti
  • peka terhadap eter dan kloroform
  • ukuran 16,5-25 nm
  • terdiri dari satu serotype
  • bersifat imunogenik --- kekebalan
  • infeksi alam --- kebal
  • hasil vaksinasi --- seumur hidup

Epizootiologi
  • di Bogor ada kasus thn 1972
  • hewan rentan ---> ayam umur 1-6 minggu, burung puyuh, kalkun -- alamiah
  • ayam petelur ---> produksi telur mendadak turun 5-20% selama 4-5hari
  • ayam bibit ---> produksi telur dan daya tetas menurun
  • anak itik, anak merpati, burung mutiara---> penularan eksperimen
  • ayam umur > 8 minggu --> tertular --> tidak ada tanda klinis --> terbentuk kekebalan

Cara Penularan
  • melalui telur yang induksinya sakit
  • kontak langsung
  • kontak tidak langsung : pencemaran pakan / minum --> virus tahan dalam feses selama 4 minggu
  • petelur tertular --> telur mengandung virus selama 6 minggu
  • melalui telur tetas yang induknya divaksin dengan vaksin hidup
  • ayam petelur terinfeksi dengan galur lapang

Diagnosa Penyakit
  • bahan isolasi : otak dan proventrikulus, serum darah --> SNT
  • isolasi virus : ditumbuhkan dalam kuning telur berembrio umur 5 hari
  • pemeriksaan histopatologi
  • AGPT & FAT

Pemeriksaan Laboratorium
  • buat suspensi 10% --> suntik ke telur berembrio umur 5-6 hari--> amati selama 12 hari--> kelainan pada embrio ayam dibanding kontrol --> AGPT & FAT
Kelainan Embrio
  • paralisis
  • atrofi muskulus
  • mati

Histopatologi
  • degenerasi syaraf
  • pembengkakan sel syaraf
  • proliferasi
Diagnosa Banding
  • defisiensi vitamin E
  • Marek
  • ND
  • mortality 50% morbidity 5-30%

Pencegahan : vaksinasi teratur

Pengobatan : vitamin, mineral dan antibiotik

Siklus Penyakit
>> ayam umur 4 minggu tanpa gejala -->
  • ayam tanpa gejala produksi telur turun --> telur mengandung virus --> gejala terlihat pada umur 1-6hari : ataksia, paralisis, pertumbuhan lambat, kematian
  • ayam kebal --> telur tak mengandung virus --> ayam kebal sampai umur 6-8hari. pada umur 3-4 minggu gejala : ataksia, paralisis, pertumbuhan terhambat, kebutaan

Food and Mouth Disease

Foot-and-mouth disease (FMD) is a severe, highly contagious viral disease of cattle and swine. It also affects sheep, goats, deer, and other cloven-hooved ruminants. FMD is not recognized as a zoonotic disease.

The disease is characterized by fever and blisterlike lesions followed by erosions on the tongue and lips, in the mouth, on the teats, and between the hooves. Most affected animals recover, but the disease leaves them debilitated. It causes severe losses in the production of meat and milk. Since it spreads widely and rapidly and because it has grave economic as well as clinical consequences, FMD is one of the animal diseases that livestock owners dread most.

What Causes It
FMD is caused by a virus. Signs of illness can appear after an incubation period of 1 to 8 days, but often develop within 3 days. The virus survives in lymph nodes and bone marrow at neutral pH, but is destroyed in muscle when pH is less than 6.0, i.e., after rigor mortis. The virus can persist in contaminated fodder and the environment for up to 1 month, depending on the temperature and pH conditions.

There are seven known types and more than 60 subtypes of the FMD virus. Immunity to one type does not protect an animal against other types.

How It Spreads
FMD viruses can be spread by animals, people, or materials that bring the virus into physical contact with susceptible animals. An outbreak can occur when:
• Animals carrying the virus are introduced into susceptible herds.
• Contaminated facilities are used to hold susceptible animals.
• Contaminated vehicles are used to move susceptible animals.
• Raw or improperly cooked garbage containing infected meat or animal products is fed to susceptible animals.
• People wearing contaminated clothes or footwear, or using contaminated equipment, pass the virus to susceptible animals.
• Susceptible animals are exposed to materials such as hay, feedstuffs, hides, or biologics contaminated with the virus.
• Susceptible animals drink common source contaminated water.
• A susceptible animal is inseminated by semen from an infected animal.

Signs
Vesicles (blisters) followed by erosions in the mouth or on the feet and the resulting excessive salivation or lameness are the best known signs of the disease. Often blisters may not be observed because they easily rupture, leading to erosions. These signs may appear in affected animals during an FMD outbreak:
• Marked rise in body temperature for 2 to 3 days.
• Vesicles that rupture and discharge clear or cloudy fluid, leaving raw, eroded areas surrounded by ragged fragments of loose tissue.
• Production of sticky, foamy, stringy saliva.
• Reduced consumption of feed due to painful tongue and mouth lesions.
• Lameness with reluctance to move.
• Abortions.
• Low milk production (dairy cows).
• Myocarditis (inflammation of the muscular walls of the heart) and death, especially in newborn
animals.

Animals do not normally regain lost weight for many months. Recovered cows seldom produce milk at their former rates, and conception rates may be low.

Confusion With Other Diseases
FMD can be confused with several similar but less harmful diseases, such as vesicular stomatitis, bluetongue, bovine viral diarrhea, foot rot in cattle, and swine vesicular disease. Whenever mouth or feet blisters or other typical signs are observed and reported, laboratory tests must be completed to determine whether the disease causing them is FMD or not.

Where FMD Occurs
While the disease is widespread around the world,
North America, Central America, Australia, New
Zealand, Japan, Chile, and many countries in Europe

Prevention and Control
FMD is one of the most difficult animal infections to control. Because the disease occurs in many parts of the world, there is always a chance of its accidental introduction into the United States.

Animals and animal byproducts from areas known to be affected are prohibited entry into this country. Livestock animals in this country are highly susceptible to FMD viruses. If an outbreak occurred in the United States, this disease could spread rapidly to all sections of the country by routine livestock movements unless it was detected early and eradicated immediately.

If FMD were to spread unchecked, the economic impact could reach billions of dollars in the first year. Deer and other susceptible wildlife populations could become infected and potentially serve as a source for reinfection of livestock.

Vaccines for FMD are available, but must be matched to the specific type and subtype of virus causing the outbreak. Vaccination can help contain the disease if it is used strategically to create barriers between FMD-infected zones and disease-free areas.


Rabu, 26 Januari 2011

Marek's Disease

Marek's Disease ( Polyneuritis, Fowl Paralysis, Neurolymphomatosis gallinarum)

adalah penyakit neoplasma yang disebabkan oleh virus pada ayam

  • penyakit ini ditandai dengan infiltrasi sel berinti satu pada syaraf perifer, organ visceral, kulit dan bagian tubuh lainnya
  • virus marek dapat bertahan selama 4 bulan dan dalam bulu kering selama 8 bulan
  • virus marek memperbanyak diri di dalam kantung bulu sel epitel dan sel ini lepas bersamaan dengan lepasnya bulu. Sehingga sisik merupakan sumber utama kontaminan kandang
  • ayam akan terinfeksi karena menghirup udara yang mengandung kontaminan

agent : HerpesVirus (DNA)

Host : ayam umur >> 3 minggu

Penularan :
  • horizontal
  • airborne infection -- pelepasan sel folikel
tahan pada suhu kamar selama 16 minggu dan litter selama 6 minggu

ayam yang terinfeksi marek's dapat kehilangan imunitas terhadap coccidiosis

Enam tipe Marek's Disease :
  1. Peracute -- pada umur 3-5 minggu dan mendadak
  2. Anemia -- ayam umur 3-6 minggu
  3. Classical Marek's Disease (paralysis)
  • paralsysis pada kedua kaki karena nervus peripheral
  • pembesaran syaraf 2-3 kali dari normal
  • kelainan susunan syaraf pusat dapat terjadi
4. Acute marek's disease -- muncul pada umur 6-12 minggu
  • tumor pada hati, limpa, ginjal, otak, spinal cord, dan dorsal root ganglia diikuti dengan kematian mendadak.
  • jantung, paru dan gonad juga terserang
5. Skin leucosisin broiler chicken
  • pembesaran folikel bulu dan associated lymphoid infiltration
6. Transient Paralysis
  • pada pulet umur 12-18 minggu
  • paralysis dan mungkin sembuh dalam 24jam jika bergerak ditempat lunak
Perubahan PostMortem
  • neoplasia kulit
  • pembesaran limpa
  • proliferasi difusa pulpa putih
  • inflamasi folikel bulu (folliculitis
  • pembesaran folicular, biru keabuan dan tampak keunguan karena ada petechial hemorrhagi
  • tumor pada ovarium dan organ lainnya
  • tumor berwarna putih sampai kekuningan dan menyebar keseluruh organ tubuh
  • tumor bersifat licin dan keras
  • pada tahap awal virus menyerang bursa fabricius, sehingga menyebabkan imunosupresi

Differential Diagnose ( lesio kulit)
  • lymphoid leucosis
  • erythema
  • dermatitis
  • pigmentation and normal larg follicles
  • newcastle disease
  • avian encephalomyelitis

Infectious Laryngotracheitis

Infectious Laryngotracheitis (ILT)

  • Disebabkan oleh HerpesVirus
  • Menyerang golongan unggas
  • Ayam rentan terhadap virus ini sampai umur 10 minggu dan menyebar cepat pada ayam pedaging
  • Morbiditas rendah sekitar 5% dan mortalitas rendah
  • Penularan : udara, telur, pakan, kendaraan dan manusia
  • sebagian besar mengalami persembuhan pada 10-14 hari dan diatas 4 minggu setelah ada kasus
  • ayam karier berkisar 2-3 thn setelah penularan dengan ayam terinfeksi
  • kekebalan yang dihasilkan adalah kekebalan berperantara sel
  • masa inkubasi : 6-12 hari
Gejala Klinis
  • kesulitan bernafas dan batuk
  • bila batuk keluar eksudat kemerahan berdarah
  • nafas mengeluarkan bunyi
  • bentuk ringan : lakrimasi, keluar eksudat dari nasal, pembengkakan conjungtiva dan sinus, penurunan produksi telur
Perubahan PostMortem
  • infeksi pada bronchi, paru dan airsacs
  • kematian karena penyumbatan pseudomembran atau perkejuan di trakhea
  • inflamasi pada larynx dan trakhea diikuti dengan nekrosa dan haemorrhagi pada mukosa
Diagnosis
  • anamnesa
  • gejala klinis
  • postmortem dengan adanya prkejuan pada trakhea
  • isolasi virus
  • serological test : VN test, AGID, indirect immunoflourescense test, ELISA
Pengobatan : Musnahkan ayam mati, beri antibiotik untuk infeksi sekunder

Pencegahan : vaksinasi

Differensial Diagnosa :
  • ND
  • Infectious Bronchitis
  • Infectious Coryza

FOWL POX

FOWLPOX DISEASE

Agent : Poxviridae --- Avian Poxvirus
Host : ayam dan kalkun

Virus cacar unggas mempunyai 4 galur :
  1. virus cacar unggas
  2. virus cacar kalkun
  3. virus cacar merpati
  4. virus cacar kenari
keempat galur ini dapat reaksi silang
  • bentuk : Diphteric form dan cutaneus form
  • rute infeksi :bitting infection dan droplets infection
pada ayam petelur : produksi telur menurun, penurunan bobot badan

pada ayam pedaging : penurunan bobot badan karena sulit makan

Periode inkubasi :4-10hari

Gejala klinis

* bentuk Cutaneus:
  • lesio nodular (small papulas) jengger, pial, punggung, kaki, kloaka,selaput mata --- menebal
  • mortalitas rendah
  • berat badan menurun
  • produksi telur menurun
  • lesio berkerak pada kepala, leher, dan daerah tanpa bulu
* Diphteric Form
  • lesio pada membran mukosa mulut, trakhea, pharynk, larynk-- neucrotic pseudomembran
  • Asphyxia --- kesulitan bernafas
  • Nasal discharge dan occular discharge
  • Excessive lacrimation
  • mortalitas rendah sampai moderat
Kelainan post mortem

* Cutaneous Lesions
  • papula berwarna gelap
  • vesikula dan pustula berwarna kekuningan
* Diphteric Lesions
  • plak di membran mukosa mulut oesophagus dan traktus respirasi atas
  • penyumbatan trakhea, kematian karena asphyxia
Diagnosa Laboratorium
  • sampel : organ trakhea, paru, kerokan kulit
  • dibuat suspensi 10% dan tambahkan anibiotika, diamkan pada suhu kamar selama 30 menit
  • pupuk pada telur embrio tertunas umur 10-12 hari melalui membran khorio alantoik
  • simpan di inkubator 37 derajat C selama 4 hari
  • amati perubahan membran khorio alantoik dibanding kontrol
  • buat preparat sentuh membran khorio alantoik
  • warnai dengan giemsa
  • di bawah mikroskop terlihat badan inklusi intrasitoplasma
Histopahologi : intrasitoplasmik inclusion bodies ( Bollinger Bodies)

Differensial Diagnosa :
  • defisiensi as. pantothenat dan biotin
  • defisiensi vit. E
  • infectious laryngotracheitis dan penyakit respirasi lainnya
  • perlukaan karena parasit eksternal
  • kannibalism

Kamis, 20 Januari 2011

PATOLOGI SISTEM ENDOKRIN

Organ sistem endokrin: -Kel endokrin mrpkan kumpulan sel khsus yg dpt mlakukan sintesa, pyimpanan & pgiriman sekresi lgsung kpredaran darah. –Sintesa & sekresi hormone diatur oleh mekanisme umpan balik yg ckp kompleks.

Patogenesa patologi organ system endokrin scr umum:

-Gguan pkembangan organ endokrin (tjd sejak ms fetus & mgakibatkan gguan pkembangan fetus serta mppanjang ms gestasi spt gguan ptumbuhan adenohipofise smentara bagian neurohpofisenya normal, keracunan tumbuhan veratum California, pd domba).

–Hiperfungsi (primer: hyperplasia nodular/tumor, tumor mybabkan proliferasi tdk tkontrol dr sel endokrin, tumor dr suatu kelenjar endokrin akan mhasilkan sekresi blbihan. Sekunder: tumor pd hipofise akan myebabkan hipertrofi & hyperplasia dr sel endokrin lain).

-Hipofungsi produksi hormonal dbawah normal (Primer: krusakan sel endokrin akibat pjalanan pyakit, Sekunder: kerusakan akan myebabkan hipofungsi dr sel endokrin lain yg mrupakan target dr hormone hipofise).

-Tumor organ non-endokrin yg myebabkan hipersekresi hormone/ substansi serupa hormone spt tumor dr kelenjar apokrin pd kantung perinial.

-Disfungsi (kggalan respon dr sel target kggalan sel target dlm mrespon hormone bias dsebabkan oleh hilangnya enzim pd sel membrane, gguan degradasi hormone spt kasus serosis, pykt ginjal kronis dpt mybabkan kondisi hiperkalsemia).

Patologi kelenjar Hipofise

*Review anatomi fisiologi: tdri dr bagian kelenjar yg dsebut adenohipofise & neurohipofise cth (sel sekretori: asidofil hormone ptumbuhan GH, hormone luteotropik LTH. basofil hormone LH, FSH. khromofob ACTH, MSH. *Lesio hipersekresi & hiposekresi.

*Prubahan hipofise akibat prubahan pd organ target. *Kista tbntuk akibat kgagalan deferens ms fetal dr orofaringeal ektodermal kantung rathke. *Tumor (-Primer: adenoma mybabkan hipersekresi dr sel2 sekretori yg bpoliferasi, jk ukuran tumor ckp besar mk akan tjd pnekanan hipotalamus otak, hiposekresi hormone adenohipofise cth atropi korteks adrenal tiroid & gonad, mybabkan fungsi endokrin mjd inaktif, kraniofaringioma tgolong tumor jinak yg brasal dr sisa2 epitel ms ptumbuhan fetus. –Metastatik: malignan lymphoma, maglignan melanoma, transmisiblle veneral tumor, mammary gland adenocarcinoma). Hiposekresi ADH: diabetes insipidus ADH bfungsi mkonsentrasi urin dgn mgelurakan cairan dr lumen tubuli.

Patologi Kelenjar Adrenal

*Review anatomi-fisiologi: bagian korteks dr lapisan mesodermal, bagian medulla dr jar- syaraf ektodermal.

*Patologi adrenal korteks: -lesio hipersekresi & hiposekresi. -gguan ptumbuhan. -lesio degenerasi klasifikasi sering dtemukan pd kucing dewasa, amyloidosis endapan amyloid pd zona fasikulata. -pradangan adrenalitis pyebabnya bacterial septisemia spt pradangan supuratif & granuloma, fungi/ khamir pradangan granuloma. –hipeplasia sindroma cushing: nafsu makan mningkat akibat hiperkortisolisme, atropi otot ekstremitas & abdomen myebkan otot kaki & otot rongga prut yg melemah, hepatomgali ad/ akumulasi glikogen, klit hlangnya kolagen & jar- elastin. –hipoadrenokartism prubahan ini myebabkan gguan sirkuli. –tumor korteks adenoma aktif mensekresi endokrin, korteks carcinoma dmn ukuranya lebih besar dr pd adenoma & tumor sering dtemukan bilateral.

*Patologi Adrenal Medula: -Hiperplasia myebabkan adrenal mbesar & penurunan rasio korteks medulla. –Tumor sel sekretori spt pheoochromocytoma tumor ini selalu tbtk bsama2 dgn tumor sel c pd kelenjar tiroid. –Tumor system nervus simpatetik neuroblastoma & angoneunoma.

Patologi Pulau Langerhans Pankreatitis

*Review anatomi-fisiologi tdiri atas banyak tipe sel phasil endokrin, sel β bfungsi mlakukan biosintesa insulin. *Hipofungsi diabetes mellitus →dsebabkan gguan metabolisme yg mhambat aktivitas insulin, kkurangan insulin dsebabkan oleh prubahan degeneratif dr sel2 β, pnurunan efektivitas hormone, dan tumor endokrin yg myebabkan pnurunan sekresi hormone, GK: polidipsi, poliura, nafsu makan naik, katarak. *Hiperfungsi tumor sel beta adenoma/ adenocarsinoma myebabkan hipersekresi insulin & hipogikemia, tumor sel non-beta tumor sel phasil gastrin.

Patologi Kelenjar Tiroid

*Review anatomi fsiologi kel- endokrin tbesar pd tbuh.

*Gangguan ptumbuhan : -kel tiroid assesoria mulai r pangkal lidah sdg diagfragma, -Kista kel tiroglossal gguan ptumbuhan ms embrional. *Lesio degeneratif: korpora amylase, mineralsasi cairan koloid, lipofushin, amiloidosis. *Hiperplasia: hyperplasia sel folikular pyebab defesiensi ion iodine & def enzim u/ biosintesa hormone, dyshormogenetik mrpkan kelainan genetic & kadar T3 & T4 turun.

*Hipofungsi: atropi folikular mhilang & dgantikan o/ jar lemak, pradangan tiroiditis inftrasi sel radang limfosit, makrofag, sel plasma.

*Tumor: jarang mybabkan hiperfungsi kelenjar (sel folikular adenoma-adenocarcinoma, sel C adenoma – adenocarcinoma).

Patologi Kelenjar Paratiroid

*Review anatomi – fisiologi hormone paratiroid bfungsi mgatur homeostatis dr konsentrasi ion kalsium pd cairan ekstraseluler. *Lesio degeneratif sel sinsitia multinuclear.

*Kista akibat gguan ptumbuhan ms embrional dr ductus yg mhubungkan paratiroid & thymus.

*Hiperparatiroid: primer hyperplasia adenoma & adenomacarsinoma dr kel paratiroid mhasilkan sekresi PTH blebihan, intoksikasi oleh tanaman kalsinogenik. Sekunder kasus gagal ginjal fosfor ttahan ddalam darah mgakibatkan hiperfsfatemia, gguan kseimbangan nutrisi.

*Hipoparatiroid: pradangan paratiroiditis myebabkan hipoparatiroidisme, parturisi hipoklasemia krn kgagalan pningkatan konsentrasi PTH u/ mmobilisasi kalsium pd tulang pd periode krits mjeang partus.

*Pseudohiperparatiroid: dsebabkan oleh hormone serupa PTH yg dsekresikan o/ tumor pd organ non endokrin lain.

PATOLOGI ORGAN LIMFORETIKULAR

PATOLOGI ORGAN LIMFORETIKULAR

I. PATOLOGI THYMUS

A. Gangguan pertumbuhan :

1. Immunodefisiensi kongenital : defisiensi salah satu tipe limfosit pada sumsum tulang atau kegagalan maturasi sel T pada thymus

2. Agammaglobulinemia: Defisiensi immunoglobulin M pada anak kuda, kelainan genetik yang melibatkan khromosom x

3. Severe combined immunodeficiency (SCID): kelainan genetik yang menyebabkan kegagalan diferensiasi dan proses pematangan sel T dan B limfosit. Ditemukan pada kuda arab (Equine CID), dan inbred mencit. PA : hipoplasia semua organ limfoid

B. Defisiensi imun dapatan

Akibat obat-obatan kemoterapi tumor atau pada penyakit autoimun.

C. Peradangan :

1. Autoimun myasthenia gravis, ditemukan pada anjing, kucing dan manusia ditandai dengan kelemahan otot secara umum. Pada awalnya reaksi antibodi terbentuk terhadap sel myoid pada thymus yang mempunyai reseptor terhadap acetylcholine. Reseptor acetylcholine ditemukan juga pada neuro-muscular junction.

2. Peradangan akibat agen infeksius : menyebabkan thymus atrofi, korteks menipis, limfositolisis, Jumlah badan Hassal meningkat berisi banyak sel debris

a. Distemper pada anjing.

b. Equine herpevirus-1

c. Feline parvovirus

d. Feline leukemia virus (FeLV)

e. Feline immunodeficiency virus

f. Bovine immunodeficiency virus

g. Bovine leukemia virus

D. Penyakit degeneratif

Involusi thymus normal sejalan dengan usia.; Pengamatan involusi thymus berguna untuk menentukan index keparahan dan durasi suatu penyakit infeksius.

E. Hiperplasia dan neoplasia

1. Hiperplasia mrpk indikasi terjadinya autoimmun disease

2. Thymic lymphoma,

3. Lymphoepithelial lymphoma


II. PATOLOGI LIMFONODUS

A. Gangguan pertumbuhan

1. SCID : Deplesi limfoid folikel

2. Defisiensi sel T : hipoplasia limfoid folikel pada parakorteks dan berkurangnya limfoid folikel periarteriolar.

3. Defisiensi sel B : tidak dijumpai sentra germinativum.

B. Penyakit degeneratif :

1. Atrofi senilitas: deplesi folikel limfoid.

2. Hemoragi : Eritrosit yang dihasilkan akan dilisis, dan menyebabkan akumulasi hemosiderin.

3. Anthracosis : Akumulasi pigmen karbon dalam makrofag, sering dijumpai pada bagian medula.

4. Emfisema : akumulasi gas dalam jaringan limfonodus pada kasus emfisema pulmonum atau emfisema pada kasus intestinal emfisema.

5. Deplesi limfoid : terjadi akibat dilatasi dari sinus medulari akibat tersumbatnya pembuluh limfe eferen

C. Peradangan (lymphadenitis)

D. Infestasi parasit

1. Limfonodus bronkhialis : Lungworm Muellerius spp dan Protostrongylus.

2. Limfonodus mesenterika : Larva Strongylus spp pada kuda, Larva trematoda F. hepatica pada ruminan, Oesophagostomum columbianum pada domba, Linguatula serrata pada domba dan kambing.

3. Limfonodus perifer : Infestasi Demodex spp.

E. Hiperplasia / Lymphadenopathy / Lymphadenosis.

F. Neoplasia : limfoma.

III. PATOLOGI LIMPA

A. Gangguan pertumbuhan

1. Tidak ada pertumbuhan limpa (inbred mice)

2. Tidak ditemukan periarteriolar folikel limfoid (pada nude mice and rat, disertai thymic atrofi)

3. Limpa assesoria / Splenosis (pertumbuhan jaringan limpa diluar organ limpa yang sebenarnya, biasanya tumbuh sebagai nodul-nodul kecil pada omentum)

B. Penyakit degeneratif

1. Atrofi senilitas : sering dijumpai pada hewan tua teruitama anjing dan kuda. HP : Kapsula menebal dan keriput; limfoid atrofi; Infiltrasi sinus oleh jaringan fibrosa.

2. Keadaan hiperimun : HP : Sentra germinativum mengalami limfolisis, hiposelular, digantikan oleh epiteloid dan makrofag ; degenerasi hyalin pada pembuluh darah (contoh pada fetus kuda yang abortus akibat infeksi equine herpesvirus tipe 1)

3. Nodul siderotik / Gamna-Gandy bodies : PA : pada anjing tua sering ditemukan penebalan kapsula pada tepi limpa. HP : pemadatan dan penebalan jaringan kapsula, trabekula dan perivaskular, yang diendapi oleh mineral (Fe dan Ca) atau pigmen ceroid.

4. Amiloidosis : biasanya berkaitan dengan kondisi general amiloidosis. PA : Amiloid yang berwarna putih tampak sebagai nodul yang menyebar secara difus multifokus, dengan bidang sayatan yang menonjol. Limpa seperti ini dinamakan sago-spleen

5. Hemosiderosis : Pigmen besi asal pemecahan eritrosit (hemosiderin). Sering ditemukan didalam makrofag atau didalam jaringan fibrin akibat hemolisis eritrosit yang berlebihan.

C. Limpa ruptur

Dapat terjadi akibat kecelakaan mobil pada kucing dan anjing , atau pada kasus splenomegali akibat kongesti – hemolisis – peradangan – atau tumor. Kapsula limpa membelah dan isinya tercerai berai disertai perdarahan. Jaringan limpa yang terlepas dapat tumbuh menempel pada omentum atau peritoneum dan keadaan ini dinamakan splenosis – limpa asesoris.

D. Limpa torsio

Sering terjadi pada babi, anjing dan manusia. Kebanyakan terjadi pada perlekatannya dengan mesenteri (daerah hilus). Tetapi pada anjing, torsio limpa sering terjadi bersamaan dengan terpuntirnya lambung. PA : Limpa akan mengalami infark hemoragi dan kongesti.

E. Kista

1. Kista oleh Cysticercus tenuicollis.

2. Pseudokista akibat degenerasi sistik pada hematoma.

F. Gangguan sirkulasi

1. Hiperemia akut, biasanya ada kaitannya dengan infeksi sistemik, intoksikasi toksin asal bakteri seperti : Clostridium sp pada anak sapi, Erysipelas sp pada babi, Streptococcus sp pada anak sapi dan domba.

2. Kongesti, pada kasus hepatik fibrosis, dan obstruksi darah portal atau obat-obatan golongan barbiturat. PA : splenomegali, kapsula biru kehitaman, bidang sayatan merah hitam dan darah banyak keluar dari bidang sayatan. HP : Penebalan kapsula dan trabekula; atrofi limfoid; pulpa merah dipadati darah ; sinus berisi makrofag dan hemosiderin.

3. Thrombosis.

Berkaitan dengan keadaan organ sekitarnya, misalnya ada portal trombosis, retikulitis traumatika pada sapi atau abses pada limpa kuda, infeksi hog kolera yang menyebabkan fibrinoid thrombosis pada pembuluh darah

4. Infark.

Kelanjutan dari proses thrombosis.

G. Peradangan

Reaksi peradangan : infiltrasi neutrofil pada zona mantel dan sinus ; penurunan populasi sel pada sentra germinativum ; transudasi cairan plasma protein ke dalam sentra germinativum (dikenal sebagai hialinisasi intrafolikular) .

H. Nodular Hiperplasia

1. Nodular Hiperplasia, nodul berukuran 2-5 cm, cembung kearah permukaan kapsula. Nodul terdiri dari proliferasi fokal limfosit.

2. Perubahan hematopoiesis: ekstramedulari hematopoiesis, ditandai dengan banyak dijumpainya megakaryosit, terjadi pada kasus anemia hemolisis.

I. Splenomegali

Pembesaran ukuran limpa akibat

1. Kongesti : Kegagalan sistem sirkulasi ; pemakaian barbiturat

2. Hemolisis berlebihan : Parasit darah (sapi babesiosis, anaplasmosis, trypanosomiasis; ) ; Infeksi virus (kuda equine hemolitic anemia) : Infeksi bakteri (anjing leptospirosis)

3. Penyakit degeneratif : amiloidosis, lisosomal storage disease

4. Peradangan pada keadaan septisemia : Anthrax, Salmonellosis, Erisipelosis.

5. Tumor : Leukemia, limfoma, tumor vaskular

J. Neoplasma : Tumor vaskular, limfoma,


PENYAKIT KHUSUS ORGAN LIMFORETIKULAR

1. LIMFADENITIS KASEOSA

a. Agen : Corynebacterium pseudotuberculosis.

b. Host : Terutama kambing dan domba, tetapi pernah dilaporkan menyerang kuda, keledai, onta, rusa, sapi dan manusia,

c. PA/HP : Laminated abscess pada limfonodus dan organ visera; Luka fistula pada kulit.

d. Patogenesa : Agen masuk melalui penetrasi kulit, saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Agen menghasilkan zat toksin hemolytic phospholipase, mengakibatkan hemolisis berlebihan dan menyebabkan anemia hemolisis serta ikterus dan zat leukotoksik yang menyebabkan parasit dapat menggunakan makrofag sebagai tempat berbiaknya.

2. ANTHRAX

a. Agen : Bacillus anthracis.

b. Host : Terutama hewan ruminan tetapi pernah dilaporkan ditemukan pada kuda, babi, karnivora, burung onta, reptilia, dan manusia.

c. PA / HP : (Karkas yang dicurigai anthrax memalui pemeriksaan ulas darah tepi tidak di nekropsi) Lymphangitis, Lymphadenitis, Splenomegali, Septisemia.

d. Patogenesa : Agen masuk melalui luka pada kulit dan mukosa mulut atau spora inhalasi agen masuk ke pembuluh darah/ limfe (menyebabkan perdarahan) menuju limfonodus terdekat. Agen berreplikasi di RES, kemudian menyebar dari limfonodus ke limfonodus termasuk limpa (menyebabkan lymphadenitis dan Splenitis hemoragika).

3. STREPTOKOKUS ADENITIS

a. Agen : Streptococcus porcinus.

b. Host : Babi

c. PA/HP : Abses pada ln. mandibularis diikuti oleh ln. retrofaringealis dan ln. parotid

d. Patogenesis : Agen masuk melalui luka pada mulut, kemudian agen memalui pembuluh daran atau limfe dibawa ke limfonodus terdekat.

4. TULAREMIA

a. Agen : Francisella tularensis.

b. Host : Rodensia, hewan domestikasi (anjing, kucing, kuda, domba), manusia.

c. PA/HP: Fokus milier berwarna putih pada hati, limfonodus dan limpa.

d. Patogenesa : Agen masuk melalui luka pada kulit, sal pernafasan via inhalasi atau sal pencernaan per oral . Kutu (Dermacentor andersoni dan Amblyomma americanum) dapat menjadi vektor.

5. PSEUDOTUBERKULOSIS

a. Agen : Yersinia tuberculosis.

b. Host : Terutama rodensia dan burung, tetapi telah dilaporkan pada kucing, domba, rusa peliharaan, hewan eksotik di kebun binatang.

c. PA/HP: Multifokus nekrosa perkejuan pada organ viseral.

d. Patogenesa : Agen masuk melalui saluran pencernaan, menyebabkan multifokus nekrosis pada daun Peyer, lymphangitis, lymphadenitis limfonodus setempat. Kemudian terjadi sepsisdan multifokus nekrosis pada organ lain seperti limpa dan hati

6. HISTOPLASMOSIS

a. Agen: Histoplasma capsulatum, Histoplasma farciminosus fungus.

b. Host : Anjing, kucing, kudadan manusia

c. PA/HP: Difus miliari nodul granuloma pada kulit, organ visera, penebalan mukosa usus (menyerupai lesio pada usus sapi dengan Johne’s disease), limfonodus membengkak, splenomegali

d. Patogenesa : Agen adalah parasit intraseluler dari sistem monosit dan makrofag. Agen masuk via inhalasi ke paru, diparu akan difagosit oleh makrofag dan ditransportasikan ke limfonodus terdekat kemudian ke seluruh tubuh.

7. LEISHMANIASIS

a. Agen: Leishmania sp , protozoa, parasit intraseluler dari makrofag

b. Host : Anjing, manusia

c. PA/HP: Pembesaran limfonodus, limpa dan hati.

d. Patogenesa: Masuk memakai vektor serangga penghisap darah (lalat Stomoxys, Phlebotomus atau kutu Rhipicephalus). Organisme berproliferasi didalam makrofag.

8. THEILERIOSIS

a. Agen: Theleria sp, protozoa, parasit intraseluler dari sel darah merah, mempunyai fase schizogoni dalam limfosit dan makrofag.

b. Host : Sapi

c. PA/HP : Pembengkakan limfonodus dan limpa; hiperplastik folikel limfoid daun Peyer, perivascular organ ginjal dan hati; Anemia ; Hemosiderosis limpa.

d. Patogenesa : Masuk memakai vektor serangga penghisap darah (kutu Rhipicephalus dan Hyaloma), fase schizogoni dalam limfosit dan makrofag menyebabkan lympholysis. Badan protozoa didalam sitoplasma limfosit dinamakan Koch’s blue bodies. Erythrolysis menyebabkan anemia dan ikterus, serta hemoglobinuria.

9. JEMBRANA

a. Agen : Riccketsia atau virus

b. Host : Sapi bali

c. PA/HP : Pembengkakan limfonodus dan limpa; Perdarahan ptechie organ viseral; Proliferasi sel retikular dan limfoblast; Badan inklusi basofilik intrasitoplasma pada sel limfoid, makrofag, endotel.

d. Patogenesa : Diduga masuk memakai vektor serangga penghisap darah ; agen bereplikasi didalam sitoplasma sel limfoid, makrofag, endotel.

10. TICK BORNE FEVER

a. Agen : Riccketsia atau Ehrlichia sp

b. Host : Sapi, domba, kambing

c. PA/HP : Organisme dapat dideteksi didalam sitoplasma dari netrofil dan limfosit

d. Patogenesa : masuk memakai vektor serangga penghisap darah (kutu).